
Perbatasan dengan Belarus penting dan strategis karena terhubung dengan sejumlah ruas jalan yang mengarah ke ibu kota Ukraina, Kyiv. Saat NHK WORLD JAPAN mendekati wilayah itu, terlihat sejumlah rintangan dan pos pemeriksaan yang dibangun untuk mencegah tank melintas.
Perbatasan Belarus pada satu waktu merupakan wilayah yang lalu lintasnya ramai. Saat ini, perbatasan itu tertutup rapat.
Sebuah jembatan dirusak tentara Ukraina untuk menghentikan gerak maju pasukan Rusia, menjadi pengingat akan konflik yang penuh dengan kekerasan yang terjadi di sini. Parit dengan lebar sekitar empat meter dan memiliki kedalaman dua meter dibuat untuk menghentikan kendaraan militer Rusia melintas.

Sejumlah petunjuk di sepanjang jalan dekat perbatasan itu mengindikasikan bahwa Ukraina telah memasang ranjau darat di wilayah tersebut, menjadikannya tidak dapat dihuni.
Kuncinya adalah kewaspadaan
Para tentara memonitor wilayah itu selama 24 jam dari sebuah pos pengawasan, secara konstan memeriksa garis cakrawala untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas yang tidak biasa. "Jika kami mendeteksi tanda-tanda Rusia menyiapkan serangan, kami akan siap mengerahkan sejumlah besar pasukan dan memberlakukan keadaan darurat," ujar seorang penjaga kepada NHK WORLD JAPAN. Pertahanan perbatasan itu diperkuat dengan jaringan parit luas yang menyerupai labirin.
Meski tidak ada indikasi serangan lain tengah mendekat, "Kami harus terus memperkuat sistem pengintaian dan pertahanan serta secara konstan melatih personel kami agar siap untuk menghadapi tiap perubahan situasi," ujarnya.

Dengan suhu musim dingin di Ukraina yang kerap mencapai jauh di bawah titik beku, sangat sulit bagi para prajurit di perbatasan untuk tetap hangat dan termotivasi. Para perwira telah mengirimkan alat penghangat ke parit-parit itu untuk sedikit mengatasi kondisi yang sangat dingin. Di sebelah parit terdapat dapur kecil agar para prajurit dapat memasak makanan hangat seperti borsch, sup khas Ukraina.
Hidup terus berjalan di desa dekat perbatasan
NHK WORLD JAPAN berkunjung ke Dniprovske, sebuah desa di perbatasan yang dikepung pasukan Rusia saat awal invasi.

Seorang pejabat desa mengatakan kepada NHK WORLD JAPAN bahwa warga sipil tidak mengalami tindakan kekerasan atau kekejaman dari pasukan Rusia. Namun, mereka kesulitan mendapatkan makanan dan keperluan dasar lainnya karena pasukan penyerang memutus jalan masuk.
Seorang wanita yang bekerja di toko pangan desa itu menceritakan kepada NHK WORLD JAPAN bahwa sebagian besar konsumen adalah tentara, bukan warga sipil. "Kami berusaha bertahan," ujarnya. "Namun, segala sesuatunya lebih sulit karena kami berada di perbatasan dan karenanya lebih sedikit pengunjung. Mereka tidak memperbolehkan kami pergi ke perbatasan itu dan juga ke sungai. Selain dari itu, semuanya baik-baik saja."
Ia menambahkan, "Kami tinggal di wilayah yang dikuasai militer kami. Kami sangat bergantung kepadanya."
Warga desa menyuarakan hal yang sama, mengatakan kepada NHK WORLD JAPAN meskipun berada sangat dekat dengan perbatasan, mereka merasa sangat terlindungi oleh militer Ukraina.
Kepala desa tersebut, Valentyna Derkach, lebih terbuka. Derkach mengatakan meskipun hampir semua warga yang berjumlah 680 tetap bertahan, banyak yang mengalami trauma akibat invasi Rusia. "Orang-orang menjadi makin tertutup, makin muram," ujarnya. "Kami berupaya untuk tidak memperlihatkannya, tetapi hal itu ada di hati semua orang, di jiwa mereka."

"Ukraina, Belarus, dan Rusia sebelumnya seperti kakak beradik," ujar Derkach. "Mungkin dalam beberapa generasi, hal itu akan diperbaiki. Mungkin dalam beberapa tahun, hal itu akan terjadi. Namun, saya tidak dapat mengatakan hal itu saat ini."
