Kualitas air di Indonesia semakin mengkhawatirkan akibat pencemaran mikroplastik. Menurut Prof. Etty Riani, Guru Besar IPB dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), hampir seluruh perairan di Indonesia sudah tercemar mikroplastik dan nanoplastik. Fakta ini terungkap dalam peringatan Hari Air Sedunia yang diperingati setiap 22 Maret.
Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan tingkat kontaminasi mikroplastik tertinggi setelah China. Daerah pesisir dengan kepadatan penduduk tinggi, seperti Teluk Jakarta, menjadi wilayah dengan tingkat pencemaran paling parah.
Kontaminasi mikroplastik terjadi akibat degradasi produk plastik yang digunakan sehari-hari, seperti kemasan makanan, peralatan rumah tangga, dan tekstil. Sampah plastik yang terurai menjadi partikel kecil tidak hanya mencemari air, tetapi juga membahayakan biota laut. Melalui rantai makanan, zat beracun dari mikroplastik dapat berpindah ke tubuh manusia.
Penelitian dari Ecological Observation and Wetlands Conservation menunjukkan bahwa mikroplastik bisa masuk ke tubuh manusia melalui makanan, minuman, dan udara yang dihirup. Paparan mikroplastik dalam waktu lama dapat menyebabkan iritasi organ, peradangan, dan meningkatkan risiko kanker.
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa kasus kanker di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Jika tidak ada tindakan pencegahan, jumlah penderita kanker diperkirakan melonjak lebih dari 70 persen pada 2050. Saat ini, sekitar 400 ribu kasus kanker baru terdeteksi setiap tahun dengan angka kematian mencapai 240 ribu kasus.
Krisis mikroplastik ini menjadi tantangan besar bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Diperlukan langkah nyata untuk mengurangi penggunaan plastik, meningkatkan pengelolaan limbah, serta melakukan penelitian lebih lanjut guna mengatasi dampak negatif dari mikroplastik terhadap kehidupan manusia dan ekosistem.