Perceraian Tanpa Luka: Strategi Menjelaskan Perpisahan kepada Anak Secara Emosional Sehat

Perceraian tak jarang membawa guncangan emosional yang mendalam, tak hanya bagi pasangan yang berpisah, tetapi juga bagi anak-anak mereka. Dalam situasi seperti ini, anak kerap kali menjadi korban yang merasakan kebingungan, rasa kehilangan, hingga kemarahan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk menyampaikan kabar perceraian dengan cara yang tepat dan penuh empati.

Menurut psikolog Maria Fionna Callista, langkah pertama yang harus dilakukan adalah tetap bersikap jujur kepada anak. Meski begitu, kejujuran ini harus disampaikan dengan bahasa yang sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak. Bagi anak-anak usia dini, orangtua bisa menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan ilustrasi sederhana. Sedangkan untuk anak yang lebih dewasa, penjelasan bisa dilakukan secara lebih langsung dan terbuka.

Selain itu, sangat penting untuk menghindari menyalahkan salah satu pihak. Anak tidak boleh menjadi tempat untuk melampiaskan kekecewaan terhadap pasangan. Orangtua perlu menyampaikan bahwa keputusan untuk berpisah merupakan pilihan bersama karena adanya ketidakcocokan yang tidak dapat diselesaikan, bukan karena kesalahan satu orang saja.

Fionna juga menekankan bahwa anak harus dijauhkan dari rasa bersalah. Banyak anak merasa bahwa merekalah penyebab perceraian orangtuanya. Oleh karena itu, orangtua harus menjelaskan dengan tegas bahwa keputusan ini sama sekali tidak berkaitan dengan mereka. Tujuannya adalah agar anak tidak terbebani oleh perasaan bersalah yang bisa memengaruhi kesehatan mental mereka ke depan.

Selanjutnya, penting untuk meyakinkan anak bahwa cinta dari kedua orangtua tidak berubah. Perceraian mungkin mengubah struktur keluarga, namun tidak mengurangi rasa sayang yang dimiliki orangtua terhadap anak. Penegasan ini sangat krusial untuk menjaga ikatan emosional dan rasa aman anak di tengah kondisi yang tidak menentu.

Perubahan pasca-perceraian tentu akan memengaruhi rutinitas anak, mulai dari tempat tinggal hingga waktu bertemu dengan salah satu orangtua. Di sinilah orangtua perlu memberi pengertian bahwa bentuk perhatian akan berbeda, tetapi kasih sayang tetap hadir dan tak berkurang.

Akhirnya, menjaga rutinitas harian dan stabilitas hidup anak menjadi hal yang sangat penting. Konsistensi dalam jadwal, komunikasi yang baik, serta kehadiran emosional dari kedua orangtua membantu anak menjalani transisi ini dengan lebih tenang dan percaya diri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama